Rabu, 06 Mei 2015

AgniHotra



             

Pemahaman api sebagai lambang manifestasi Deva Agni dalam upacara Agnihotra pada Sai Study Group Kabupaten Bangli memiliki fungsi sebagai berikut :
  1. Sebagai inti Yajna
  2. Sebagai perantara pemuja dengan yang dipuja
  3. Sebagai penyucian
  4. Sebagai penerang
  5. Sebagai sumber energy

4.3.1 Agnihotra sebagai inti Yajna
            Upacara Agnihotra disebut sebagai inti Yajna ditinjau dari fungsi Deva Agni atau unsur api yang tidak dapat dilepaskan dari upacara Agnihotra itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dalam Rgveda Mandala satu (I), Sukta satu (I), Mantra satu (1) yang berbunyi :
            Om Agni mile purohitam
            Yajnasya devam rtvijam
            Hotaram ratnadhatanam
Artinya :
            Oh Deva Agni, Engkau sebagai pendeta utama, dewa pelaksana upacara Yajna kami memuja-Mu, Engkau pemberi anugerah berupa kekayaan yang utama.
            Mantra di atas mengandung makna bahwa Deva Agni merupakan pemimpin atau pendeta utama dalam suatu penyelenggaraan Yajna, maka dapat disimpulkan bahwa tanpa Dewa Agni semua upacara persembahan akan menjadi sia-sia. Lebih ditegaskan lagi bahwa Dewa Agni sekaligus berfungsi sebagai pelaksana yadnya, hal ini semakin memperkuat bahwa Agni menjadi pokok upacara persembahan. Pada pelaksanaan upacara Agnihotra, semua persembahan dituangkan langsung ke dalam api yang diumpamakan sebagai lidahnya Manusia Kosmos (Tuhan) dalam kitab Purana dan Upanisad, sehingga apapun yang dipersembahkan dalam upacara Agnihotra langsung ditujukan pada Tuhan itu sendiri.
            Selain itu, Yajna yang dimaksud disini juga tidak selalu identik dengan pelaksanaan ritual-titual dengan sarana upacara upakara saja. Seperti yang dikutip dari makalah Drs. I Ketut Donder, M.Ag pada acara seminar Agnihotra, tanggal 18 Oktober 2008 :
Agama Hindu tidak bisa lepas dengan ritus (ritual), bahkan agama Hindu sangat kental dengan julukan sebagai agama Ritus atau agama Ritual. Julukan itu tidak buruk, malah lebih baik daripada julukan agama Politik atau agama kaku. Sepintas bagi sebagian penganut Hindu, terutama yang baru sedikit memahami hakekat ritus mungkin marah mendengar julukan agama Hindu sebagai agama Ritual atau agama Upacara. Namun bila ditelusuri secara lebih jauh tentang hakikat ritual, dan hakikat ajaran agama Hindu yang bersumber dari Veda yang terdiri dari empat Veda, yaitu; Rgveda (doa), Samaveda (nyanyian), Yajurveda (korban), dan Atharvaveda (fenomena) semua itu sesungguhnya berintikan ritus dalam pengertian persembahan kepada Tuhan (Esensi Tuhan). Doa sesungguhnya ritual, menyanyikan nama Tuhan juga adalah ritual, korban suci adalah ritual, pembuktian energy semesta yang berpusat pada Tuhan juga ritual, seluruh tindakan adalah ritual (Bhagavadgita IX.27). Bahkan pelaksanaan seminar bagi para intelektual sesungguhnya adalah ritual akademik (Donder,2008:3).

Dari kutipan di atas, seluruh tindakan manusia adalah ritual yang dipersembahkan kepada Tuhan. pada pengertian ini, pengamalan dharma juga merupakan suatu bentuk Yajna yang dapat dilakukan oleh manusia. Seperti yang disebutkan dalam Lontar Wrehaspati Tattwa 25 :
Sila yajnâm tapo danam prabâya bhiksu revaca
Yogascapi savasena dharmasyeka vinirmayah//
Dharma ngaranya : sila ngaraning mangaraksa acara rahayu, yajna ngaraning manghadaken homa, tapa ngaranya umati indriyanya, tan wineh ring wisanya, dana ngaranya wineh, pravrjya ngaraning wiku anasaka, bhiksu ngaraning diksita, yoga ngaraning magawe Samadhi, nihan pratyekaning dharma ngaranya nihan tang jnanan ngaranya (25)

Terjemahan :
Pelaksanaan Dharma meliputi : (Sila melaksanakan tingkah laku yang baik, yajna berarti melaksanakan upacara Homa (Agnihotra). Tapa berarti mengendalikan indria, tidak terikat kepada obyeknya. Dana berarti memberi (pemberian sesuatu kepada yang memerlukan). Pravrja berarti pandita yang melakukan puasa (pertapaan), Bhiksu berarti yang melaksanakan dwijati, yang menjadi pandita. Yoga berarti melaksanakan meditasi. Demikianlah bentuk realisasi pengamalan dharma) (Aripta,2007:5-6).

Dari kedua sumber di atas, kembali diingatkan fungsi Agnihotra sebagai inti yajna. Selain sebagai ritual yang tidak bisa terlepas dari api/Deva Agni yang merupakan pemimpin atau pendeta utama dalam suatu penyelenggaraan Yajna dan sebagai pelaksana yadnya, upacara Agnihotra juga merupakan salah satu bentuk realisasi pengamalan dharma yang merupakan yajna utama dalam kehidupan sehari-hari.
4.3.2 Agnihotra sebagai perantara pemuja dengan yang dipuja
            Setiap manusia khususnya umat beragama memiliki tingkat spirtualitas yang berbeda satu dengan yang lain. Bagi orang yang memiliki tingkat Jnana dan Wijnana yang tinggi, mungkin tidak memerlukan sarana sebagai perantara dalam memuja Tuhan. Namun pada umumya simbol-simbol dan sarana-sarana perantara masih banyak ditemui dan tidak mudah untuk ditiadakan.
            Api (Deva Agni) khususnya dalam Upacara Agnihotra memiliki posisi sebagai perantara untuk menghadirkan para Deva yang dipuja oleh umat. Hal ini dapat dilihat dalam mantra Regveda sebagai berikut :
            Agnih purvebhir rsibbhir
            Idhayo nutanair uta
            Sa devam cha vaksati             
                                    (Rgveda 1. 1.2)
Artinya :
            Oh Deva Agni, Engkau dipuja oleh para maharsi utama di masa lalu, masa kini, dan masa akan datang. Semoga Engkau menghadirkan para Deva di tempat upacara ini.
            Api atau Deva Agni merupakan Deva yang dipuja oleh para Maharsi dengan tujuan untuk menghadirkan para Deva ke tempat pelaksanaan upacara Yajna. Api/Deva Agni dianggap mampu untuk menghadirkan para Deva tersebut. Inilah mengapa api/Deva Agni disebut sebagai perantara pemuja dengan yang dipuja. Jika di Sekala-kan, api/Deva Agni memiliki kedudukan seperti Pendeta, yang menjadi perantara umat dengan Tuhan-nya. Oleh karena itu, Pendeta yang memimpin upacara dianggap sebagai perwujudan Siwa Raditya. Pendeta pada saat itu menghidupkan api jnana-nya melalui ekspresi mantra Astra dhupa dipa mantra. Adapun yang mantra-nya adalah sebagai berikut :
            Om ang dhupa dipa astray namah
Terjemahan :
            Sembah sujud kepada Tuhan, Brahma dhupa dan dipa.
            Selain itu, ditekankan juga bahwa upacara Agnihotra sebenarnya belum pernah padam, tetapi mengerdil atau menyusut dalam bentuk pedupaan atau pasepan, tetapi kedudukan dan peranannya sangat penting dalam setiap upacara, sebagai perantara penyembah dengan Tuhan atau Dewa-Dewa.
4.3.3 Agnihotra sebagai penyucian
            Kesucian merupakan tujuan dari semua agama, baik itu kesucian secara lahir maupun batin, yang juga merupakan salah satu upaya untuk menngkatkan kwalitas spiritual. Kesucian tidak bisa datang sendiri, namun setiap manusia harus berusaha dan berbuat untuk memperoleh kesucian itu.
            Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk memperoleh kesucian itu. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melaksanakan upacara Agnihotra. Upacara Agnihotra dapat digunakan untuk membersihkan diri secara mental spiritual seperti yang dinyatakan di dalam lontar Silakrama, sloka 41 sebagai berikut:
            Suddha ngarannya enjing-enjing madyus asuddha sarira, masurya sevana, amuja, majapa, mahoma.
Terjemahan:
Suci namanya setiap hari membersihkan diri, memuja Surya, berbakti, berjapa, mahoma (Agnihotra)
                                                (Jendra dan Titib, 1999:48)
            Fungsi Agnihotra untuk menyucikan juga dinyatakan dalam Kekawin Ramayana Sarga I.25 sebagai berikut:
            Lumekas ta sira mahoma
Pretaadi pisaca raksasa minantra
Bhuta kabeh inilagaken
Asing mamigna rikang yajna
Terjemahan :
Mulailah Beliau (Raja Dasaratha) melakukan Homa (Agnihotra)
Roh jahat dan sebagainy, picasa dan raksasa dimantrai
Bhuta kala diusir semua
Segala yang mengganggu upacara korban dilenyapkan.
            Dari kedua sloka di atas, dapat dipahami bahwa upacara Agnihotra memiliki tujuan untuk penyucian, baik itu untuk penyucian diri (batin, pikiran), maupun untuk penyucian lahir (lingkungan).
4.3.4 Agnihotra sebagai penerangan
            Fungsi upacara Agnihotra sebagai penerangan dapat dilihat secara nyata dengan pemahaman bahwa api merupakan salah satu sumber cahaya. Cahaya atau sinar merupakan salah satu factor yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Dengan cahaya manusia dapat melihat. Benda-benda di sekeliling manusia manusia memantulkan cahaya dan ditangkap oleh mata manusia sehingga manusia dapat melihat benda-benda tersebut.
            Dalam prosesi upacara Agnihotra dilakukan antara lain dengan mempersembahkan “kayu bakar/samidha”, kayu bakar merupakan symbol kebodohan. Kayu ini sebagai symbol pikiran bodoh dibakar oleh api sebagai symbol Deva Agni, sebagaimana salah satu sifat Agni adalah dharmanya membakar/melalap apa saja yang ada didepannya (Sarvabhaksa) lalu membuatnya berubah menjadi partikel-partikel pembentuknya dibawa ke atas bersama asap dan yang tersisa hanyalah abu di dalam kunda, yang mana kunda merupakan lambang kesadaran itu sendiri (Suja dalam Asri,2008:121).
            Dalam Kitab suci Bhagavadgita disebutkan :
            Yathaihāmsi samiddho’gnir
Bhasma-sāt kurute ‘ rjuna
Jñānāgnih sarva karmāni
Bhasma-sāt kurute tathā
                                    (Bhagavadgita IV.37)
Terjemahan :
Bagaikan api menyala, wahai Arjuna
Yang membakar kayu api menjadi abu
Demikian pula api ilmu pengetahuan membakar, segala karma menjadi abu.
Upacara Agnihotra disebut memiliki fungsi sebagai penerangan selain karena api sebagai salah satu sumber cahaya, juga karena pada prosesi upacara Agnihotra terdapat symbol pembebasan diri dari kebodohan (Awidya). Kebodohan/Awidya merupakan kegelapan yang menyeliputi diri manusia sehingga manusia merasakan penderitaan di dunia/alam sekala ini. Dengan melenyapkan kebodohan ini, maka manusia akan membuka kesadarannya.

4.3.5 Agnihotra sebagai sumber energy
            Energy adalah kemampuan untuk melakukan kerja atau usaha (Wibowo,2007:24). Tanpa kita sadari, sesungguhnya kita hidup dalam lautan energy, semua disekitar manusia adalah energy. Manusia menggunakan energy ketika berjalan, menendang bola, mengangkat barang, dan lain sebagainya. Bahkan ketika tudur pun manusia menggunakan energy. Energy merupakan salah satu factor pendukung kehidupan manusia.
            Energy ini tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan (Hukum Kekekalan Energi). Namun energy dapat berubah. Pada upacara Agnihotra, partikel-partikel hasil pembakaran dari persembahan (kayu dan ghee) akan bersatu dengan energy dan menutupi lapisan ozon dan melindungi atmosfer, sehingga hal-hal negative seperti global warming atau pemanasan global akibat menipisnya lapisan ozon dapat dicegah.
Dalam Yajurveda III.3 disebutkan sebagai berikut :
            Tamtvâ samibhir angiro ghrtena vardayamase/
Brihacchocâ yavisthya svâha idam agnaye angirase idam na mama//
Terjemahan :
Oh Tuhan, kami menyalakan api suci dengan kayu dan ghee. Semoga api ini masuk ke dalam partikel-partikel terhalus dan memecahnya menjadi komponen-komponen kecil, partikel-partikel halus bersatu dengan energy yang melenyapkan akibat negative atmosfer.
Oh Tuhan, semoga tindakan kami ini memberi kesehatan, kekayaan, dan kebahagiaan kepada semua mahluk hidup. Semua ini bukan untuk saya.
                                                                        (Aripta,2007:43)


Sumber: Berbagai Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon berkomentar yang sopan. Terimkasih